Trump Kenakan Tarif Impor 32% untuk Barang RI, Pengusaha Cemas

Trump Kenakan Tarif Impor 32% untuk Barang RI, Pengusaha Cemas

JAKARTA – Pelaku bisnis pada Tanah Air mengaku khawatir dengan kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang tersebut menerapkan tarif impor sebesar 10% untuk semua barang impor yang masuk ke AS. Disamping itu, Trump juga memberlakukan tarif timbal balik terhadap sebagian negara, dimana Indonesia dikenakan tarif 32%.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia ( Apindo ), Shinta Kamdani mengatakan, kebijakan proteksionisme Negeri Paman Sam menyebabkan kegelisahan pada kalangan dunia usaha dan juga rakyat luas, akibat berpotensi mengakibatkan dampak buruk terhadap stabilitas arus perdagangan internasional.

“Sejak wacana kebijakan tarif reciprocal Amerika Serikat beredar, dunia bidang usaha memantau dengan seksama dinamika kebijakan dagang Amerika Serikat,” ujar Shinta ketika dihubungi MNC Portal, Kamis (3/4/2025).

Menurutnya, penerapan tarif tinggi Amerika Serikat merupakan tantangan global yang mana tidaklah belaka berdampak pada Indonesia, namun juga bagi banyak negara yang tersebut memiliki surplus perdagangan dengan AS.

Menyikapi kebijakan tarif timbal balik atau reciprocal tariff dari pemerintah Amerika Serikat, Shinta memandang bahwa isu itu perlu ditangani secara terkoordinasi lalu kolektif antara semua pemangku kepentingan, baik itu pemerintah Indonesia maupun pelaku usaha.

Saat ini, Apindo terus berkoordinasi dengan pemerintah Indonesia, baik di area di negeri maupun melalui perwakilan dalam AS. Selain itu menjalin komunikasi dengan pemangku kepentingan, mitra usaha, hingga perwakilan pemerintah Negeri Paman Sam untuk merumuskan langkah-langkah strategis bagi eksportir Indonesia yang terdampak.

Menurut penjelasan Fact Sheet di dalam website whitehouse.gov, yang digunakan merupakan situs resmi pemerintah AS, Indonesia tetap memperlihatkan mempertahankan persyaratan komposisi lokal di tempat berbagai sektor, juga sistem perizinan impor yang mana kompleks.

Mulai tahun ini, perusahaan sumber daya alam juga diwajibkan untuk menempatkan seluruh pendapatan ekspor di tempat di negeri untuk proses senilai USD250.000 atau lebih.

Berdasarkan analisis Head of Research NH Korindo Sekuritas Indonesia (NHKSI), Ezaridho Ibnutama, di risetnya pada Kamis (3/4/2025), di skala Asia Tenggara, tarif ini merupakan yang tersebut ketiga tertinggi setelahnya Vietnam (46%) kemudian Thailand (36%).