Ketua Komisi XI DPR: eksekutif Berutang adalah Sebuah Keniscayaan

Ketua Komisi XI DPR: eksekutif Berutang adalah Sebuah Keniscayaan

Jakarta – Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengungkapkan, pemerintah yang digunakan terus melakukan utang adalah sebuah keniscayaan. Sebab, keadaan itu diperlukan supaya pemerintah terus bisa jadi melakukan pembangunan.

“Jadi utang adalah sebuah keniscayaan,” kata Misbakhun di acara Outlook Perekonomian DPR pada Menara Bank Mega, Jakarta, Selasa (20/5/2025).

Misbakhun mengatakan, dikarenakan pemerintah terus berupaya melakukan pengerjaan yang sangat cepat, maka tentu anggaran belanja negara akan terus-menerus tambahan besar ketimbang kemampuan untuk mengakumulasi pendapatannya.

Oleh sebab itu, status APBN yang dimaksud defisit lantaran belanja tambahan besar dari pendapatan harus ditutup oleh utang. Tanpa defisitnya APBN pemerintah ketika ini, ia pastikan pemerintah tidaklah mampu terus melakukan ekspansi atau pembangunan.

“Karena kita ingin, kalau kita tidaklah ingin APBN defisit maka size and volumenya APBN kita tiada akan membesar kemudian itu akan mengempiskan ekspansi APBN terhadap kebijakan-kebijakan belanja pemerintah,” tegasnya.

Namun, ia mengakui, terus menumpuknya utang ini harus direspons pemerintah untuk terus semakin meningkatkan kemampuan menghimpun pendapatan negara. Perbaikan untuk mengakumulasi penerimaan atau pendapatan negara ini salah satunya akan tercermin dari terus meningkatnya tax ratio.

“Tentu bagaimana rasio utang yang berkurang akibat kita mempunyai kemampuan, kemampuan ke tax ratio yang mana terus membaik. Dan itu adalah pekerjaan rumah yang harus kita kerjakan ke depan,” ucap Misbakhun.

Untuk mengetahui nominal utang pemerintah ketika ini semakin sulit dikarenakan pemerintah tak lagi merilis buku APBN secara publik. Terakhir kali data utang terlihat ialah melalui Laporan Prestasi Direktorat Jenderal Pengelolaan Modal lalu Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan 2024.

Dalam dokumen itu, nilai utang pemerintah pusat mengalami kenaikan per Januari 2025. Nilainya sebesar Rupiah 8.909,14 triliun atau naik sekitar 1,22% dari catatan per Desember 2024 sebesar Simbol Rupiah 8.801,09 triliun.

Total utang pemerintah pusat per Januari 2025 itu terdiri dari pinjaman senilai Rupiah 1.091,90 triliun dan juga hasil penerbitan Surat Berharga Negara atau SBN sebesar Mata Uang Rupiah 7.817,23 triliun.

Untuk pinjaman, terdiri dari pinjaman luar negeri sebesar Mata Uang Rupiah 1.040,68 triliun. Peminjaman luar negeri itu berasal dari bilateral sebesar Mata Uang Rupiah 272,45 triliun, multilateral Mata Uang Rupiah 604,53 triliun, lalu komersial Simbol Rupiah 163,7 triliun.

Sementara itu, untuk pinjaman di negeri nilainya hanya saja sebesar Simbol Rupiah 51,23 triliun.

Adapun total utang yang berasal dari penerbitan SBN mayoritas berasal dari denominasi rupiah sebesar Rupiah 6.280,13 triliun, sedangkan yang digunakan pada bentuk denominasi valuta asing atau valas sebesar Mata Uang Rupiah 1.537,11 triliun.

Next Article Aliran Pengembangan Usaha ke SRBI Tembus US$228 Juta ke Awal 2025, Kalahkan SBN

Artikel ini disadur dari Ketua Komisi XI DPR: Pemerintah Berutang adalah Sebuah Keniscayaan