BEI Kaji Ulang Batas Free Float Saham, Gegara ‘Disentil’ MSCI-Goldman?

BEI Kaji Ulang Batas Free Float Saham, Gegara ‘Disentil’ MSCI-Goldman?

Jakarta – Bursa Efek Negara Indonesia (BEI) membuka prospek evaluasi aturan free float atau porsi saham yang tersebut dapat diperdagangkan rakyat usai perusahaan global salah satunya MSCI dan juga Goldman Sachs menurunkan peringkat berhadapan dengan Ukuran Harga Saham Gabungan (IHSG).

Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna tak menampik free float tetap berubah menjadi komponen penting di memperkuat daya saing pangsa modal nasional. Meskipun begitu, ukuran emisi IPO bukanlah satu-satunya tolok ukur keberhasilan pencatatan saham perdana.

Kesuksesan IPO juga ditentukan oleh fundamental perusahaan. Hal ini mencakup aspek keuangan, operasional, hukum, tata kelola, model bisnis, dan juga prospek peningkatan ke depan.

BEI sendiri sudah menetapkan ketentuan minimum free float guna menjamin ketersediaan saham yang mana cukup untuk publik. Bursa juga menyokong perusahaan tercatat agar memiliki free float memadai kemudian likuiditas yang digunakan mendebarkan dalam bursa sekunder.

Terkait kemungkinan penyesuaian regulasi, BEI menegaskan pihaknya bersikap adaptif terhadap dinamika pasar. Evaluasi kemudian benchmarking secara berkala dijalankan agar peraturan masih relevan dan juga mampu memacu inklusi bursa yang digunakan berkualitas.

“Saat ini, BEI sedang mengkaji penyempurnaan regulasi pencatatan saham, termasuk penyesuaian beberapa persyaratan minimum pencatatan saham diantaranya free float pada pada waktu dan juga pasca IPO. Langkah ini bertujuan untuk menyokong terciptanya likuiditas yang mendebarkan bagi investor,” ungkap Nyoman terhadap wartawan, dikutipkan Senin, (19/5/2025).

Konsep pembaharuan regulasi ini akan segera diinformasikan untuk rakyat untuk mendapatkan masukan dari beraneka pemangku kepentingan. Setelah itu, konsep yang disebutkan akan diajukan untuk otoritas untuk mendapatkan persetujuan resmi.

Guna menawan lebih banyak sejumlah IPO berskala besar, BEI bergerak memacu perusahaan dengan aset juga kemungkinan pertumbuhan membesar agar memanfaatkan bursa modal sebagai sumber pendanaan. Kehadiran emiten besar diharapkan mampu menguatkan rangka juga likuiditas pasar.

BEI juga melakukan kajian menyeluruh terkait IPO besar, bekerja identik dengan beragam stakeholder. Di antaranya adalah grup usaha, calon emiten potensial, pemodal institusi lalu ritel, lembaga pemerintah, juga pelaku bidang pangsa modal lainnya.

Untuk mempercepat proses, BEI memiliki unit khusus yang berpartisipasi melakukan pendampingan untuk perusahaan besar. Fasilitasi ini dikerjakan melalui coaching clinic, perjumpaan individu, lalu acara networking dengan pemangku kepentingan pasar.

Bursa juga sudah pernah menetapkan target lighthouse IPO, yaitu emiten dengan kapitalisasi lingkungan ekonomi ke menghadapi Rp3 triliun dan juga free float minimal 15%. Targetnya, pada tahun 2025 terdapat lima IPO lighthouse tercatat dalam BEI.

Untuk diketahui, hingga sekarang telah tercatat tiga emiten yang digunakan memenuhi kriteria lighthouse, yakni RATU, CBDK, lalu YUPI. Selain itu, BEI juga sedang mengkaji ulang aturan terkait batas minimum free float serta aspek keuangan pada waktu IPO maupun setelahnya.

Sebelumnya, dua lembaga internasional menurunkan peringkat berhadapan dengan IHSG pada Februari-Maret lalu. Pertama, Morgan Stanley juga menurunkan peringkat saham Indonesia pada indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI) dari equal-weight (EW) berubah menjadi underweight (UW).

Dalam laporannya, MSCI mengatakan, langkah ini diambil seiring dengan melemahnya prospek perkembangan kegiatan ekonomi domestik juga tekanan terhadap profitabilitas perusahaan di sektor siklikal.

Imbas dari penurunan rating ini, jumlah agregat konstituen Morgan Stanley Capital International (MSCI) Indonesia terus menyusut. Artinya, lebih tinggi banyak yang mengundurkan diri dari dibandingkan yang dimaksud masuk.

MSCI terus menurunkan bobot saham Indonesi dari 2,2% berubah menjadi 1,5% pada akhir 2024. Hal ini juga tercermin dari total perusahaan yang dimaksud masuk MSCI Global Standards turun hampir setengahnya dari puncaknya pada 2019 silam yang tersebut mencapai 28 berubah menjadi 17 konstituen untuk periode efektif Maret 2025.

Sementara itu, Bank Penanaman Modal kemudian pengelola aset global Goldman Sachs menurunkan peringkat juga rekomendasi berhadapan dengan aset keuangan di Indonesia. Penurunan ini berjalan lantaran perusahaan yang tersebut bermarkas pada New York yang dimaksud memperkirakan adanya peningkatan risiko fiskal menghadapi sebagian kebijakan dan juga inisiatif yang dipilih oleh Presiden Prabowo Subianto.

Next Article Harga Saham Bertambah Tajam, BEI Gembok Perdagangan SKBM & RONY

Artikel ini disadur dari BEI Kaji Ulang Batas Free Float Saham, Gegara ‘Disentil’ MSCI-Goldman?